Sabtu, 26 Februari 2011

:: Serba Serbi Ujian Nasional ::

     Keinginan untuk memperbaiki UN guna mengakomodasi keinginan masyarakat mesti dilaksanakan. Untuk itu, kajian komprehensif untuk posisi UN sebagai pemetaan dan juga mencari formula baru penggunaan hasil UN yang tidak merugikan anak didik akan dilakukan. “UN tahun 2010 yang lalu sebagai masa transisi untuk perbaikan mendasar UN di tahun berikutnya,” kata Rully Chairul Azwal, Ketua Panitia Kerja Ujian Nasional (UN) Komisi X DPR RI di Jakarta.

     Rully menjelaskan DPR tidak lagi mempersoalkan apakah UN kali ini sah pasca Putusan Mahkamah Agung (MA) yang menolak kasasi pemerintah soal gugatan UN. Dari konsultasi dengan MA, Ketua MA Harifin A Tumpa menegaskan tidak ada penghentian, pelarangan, atau penundaan UN.

Adapun hasil UN sebagai penentu kelulusan, kata Rully, memang masih diperdebatkan. Masih ada fraksi di Komisi X yang meminta supaya hasil UN tidak sebagai syarat kelulusan dan saling memveto.

“Kami menyadari jika standar pendidikan kita belum merata. Jangan sampai UN itu membawa korban pada siswa dan sekolah-sekolah yang belum mencapai standar pelayanan minimum. Tetapi perubahan itu kita siapkan untuk UN berikutnya supaya hasil UN jangan lagi merugikan siswa,” tegas Rully.

     Ujian Nasional (UN) merupakan istilah bagi penilaian kompetensi peserta didik
secara nasional pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Berbagai
polemik yang berkepanjangan mengenai Ujian Nasional di Indonesia tampak baik bagi demokrasi di negeri ini. Tapi satu hal yang jangan terlupa bahwa siswa peserta UN jangan sampai dibuat ragu atau takut tentang kepastian Ujian Nasional sebagai sarana untuk mengukur kemampuan mereka di bangku sekolahnya. Walaupun UN mengundang pro dan kontra tapi hendaknya tetap di jalur yang semestinya, karena bagaimana pun para siswa terutama siswa SMA / MA adalah para calon Agent of Change yang akan berperan untuk membawa perubahan-perubahan konstruktif bagi negeri ini. Oleh karena itu agar keraguan berkurang di kalangan dunia kependidikan, kami dari Tim Ujian Nasional mencoba menyampaikan beberapa hal yang dipandang penting terutama dalam hal dalam kebijakan UN 2011 yang tentunya diharapkan dapat menjadi bekal bagi para siswa agar mereka cukup persiapan dalam menghadapi Ujian Nasional 2011.Kami persembahkan Situs ini untuk kemajuan Bangsa Indonesia khususnya di bidang Pendidikan. Tim Ujiannasional.org didukung oleh Admin yang berpengalaman di bidang pendidikan pada umumnya.

Sabtu, 19 Februari 2011

:: Sekolah Bertaraf Internasional ::


Sekolah bertaraf internasional (SBI) merupakan sebuah jenjang sekolah nasional di Indonesia dengan standar mutu internasional. Proses belajar mengajar di sekolah ini menekankan pengembangan daya kreasi, inovasi, dan eksperimentasi untuk memacu ide-ide baru yang belum pernah ada.
Pengembangan SBI di Indonesia didasari oleh Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 50 Ayat 3. Dalam ketentuan ini, pemerintah didorong untuk mengembangkan satuan pendidikan yang bertaraf internasional.
Standar internasional yang dituntut dalam SBI adalah Standar Kompetensi Lulusan, Kurikulum, Prosees Belajar Mengajar, SDM, Fasilitas, Manajemen, Pembiayaan, dan Penilaian standar internasional[1] Dalam SBI, proses belajar mengajar disampaikan dalam dua bahasa yaitu bahasa Inggris dan bahasa Indonesia.

Undang-Undang Sisdiknas 2003 memperkenalkan klasifikasi sekolah baru. Sekolah itu antara lain disebut Sekolah Bertaraf Internasional  (SBI), Sekolah dengan Kategori Mandiri (SKM), dan kelompok Sekolah Biasa (SB). Pada SBI, pihak penyelenggara pendidikan diberi ruang untuk menggunakan silabus pembelajaran dan penilaian yang umumnya dipakai pada sekolah menengah di negara-negara yang tergabung dalam OECD.
Kebijakan ini pun kemudian ”rame-rame” direspons oleh sekolah-sekolah di Tanah Air. Syamsir Alam (2008) menyebut pada tahun 2004/2005, SMA Negeri 70 Jakarta dan SMA Labschool mulai mengadopsi silabus Cambridge Advance Level (A Level) guna memperkaya kurikulum nasional pada siswanya. Selanjutnya program yang sama diperkenalkan di SMA Negeri 8 Jakarta, SMA Negeri 21 Jakarta, dan SMA Negeri 68 Jakarta.
Sebagaimana diketahui, program Cambridge A Level merupakan golden standard-nya Cambridge International Examination (CIE) yang sertifikatnya sudah diakui sejumlah universitas unggulan (ivy league) mancanegara, seperti University of Cambridge, Oxford University, Harvard University, MIT, dan Stanford University. Kelebihan lain dari program ini adalah pembelajaran dan penilaian Cambridge IGCSE lebih menekankan pada kemampuan pemecahan masalah, menumbuhkan pemikiran kreatif, dan autentik (contextual learning).
Saat ini sekolah bertaraf internasional (SBI) itu sudah tersebar di sejumlah kabupaten/kota di Tanah Air. Diperkirakan, menjelang berakhirnya tahun anggaran 2009, jumlah SBI akan mencapai 260 sekolah, terdiri dari SMA 100 sekolah, SMP (100), dan SMK (60).
SBI Pemicu Kesenjangan
Sebenarnya inti dari SBI ini adalah semakin tumbuhnya kesadaran akan pentingnya untuk terus belajar dan berefleksi serta berkembangnya pengetahuan dan kesadaran terhadap pendidikan demokratis dan multikultural. Guru dalam SBI didesain sebagai sosok yang sangat paham makna dari konsep pembelajaran deep-learning, higher order thinking skills, dan contextual learning bagi siswa dan semakin mengetahui keterbatasan dan manfaat dari pembelajar an rote learning yang selama ini biasa dipakai di sekolah.
Sementara itu, kemajuan pada siswa ditunjukkan dengan semakin tampaknya sikap kemandirian, tanggung jawab, kemampuan bekerja sama, kejujuran, toleransi, dan berani menghadapi risiko.
Meskipun SBI ini merupakan salah satu bentuk terobosan Depdiknas untuk mendongkrak mutu pendidikan di Indonesia, namun tak bisa dipungkiri ada beberapa hal yang cukup merisaukan dengan berkembangnya SBI ini di Indonesia.
Pertama, munculnya kesenjangan di antara peserta didik. Jika SBI ini diterapkan dengan pembiayaan penuh dari pemerintah dan diperuntukkan seluruh siswa di Indonesia, mungkin tidak akan menjadi masalah. Namun, yang terjadi tidaklah demikian. Sekolah-sekolah yang mulai membuka “jalur” SBI ini nyatanya memungut dana belasan juta rupiah bagi setiap siswa yang ingin masuk jalur ini.
Di Bogor misalnya, untuk bisa masuk SMP berlabel SBI, orang tua siswa harus menyetor sekitar Rp 12 juta sebagai dana masuk, belum lagi SPP bulanan dan biaya lainnya yang tentu untuk mengejar standar internasional butuh dana tidak sedikit. Untuk SMA lebih besar lagi. Mahalnya kelas SBI jelas hanya bisa dijangkau oleh orang tua berpenghasilan besar. Jika demikian bagaimana dengan siswa cerdas yang orang tuanya hanya pedagang sayur, tukang becak, atau buruh cuci, tidakkah siswa ini berhak mengenyam SBI? Tidakkah mereka berhak atas masa depan yang cerah dengan mencicipi pendidikan berkualitas?
Belum lagi efek psikologis yang bakal diderita siswa lain di luar kelas SBI. Betapa tidak, dalam satu sekolah yang sama, pagar dan gedung yang sama harus dibedakan statusnya sebagai siswa SBI yang notabene berkelas/keren, dengan siswa berstatus biasa. Ini yang terjadi dengan salah satu SMA di Bogor, di mana siswa-siswa dari orang tua berduit begitu melaju dengan berbagai program pembelajaran kelas internasional, sementara tak sedikit rekan mereka yang hanya bisa “melongo” menyaksikan ketidakadilan nasib.

Jumat, 11 Februari 2011

.. Pengelolaan Lingkungan di Sekolah ..

Pengelolaan lingkungan di sekolah yang baik merupakan impian bagi seluruh siswa. Mulai dari lingkukngan kegiatan belajar mengajar yang efektif merupakan keinginan bagi kita untuk meningkatkan prestasi, namun dengan adanya kelas yang tidak nyaman dan banyak siswa yang mengeluh maka sangalah menggangu proses belajar mengajar tersebut, misalkan dikelas siswa sering merasa panas maka perlu adanya penambahan fasillitas di kelas yaitu berupa kipas angin. Selain itu, dengan adanya lingkungan sekolah yang kotor dan banyak sampah maka pihak sekolah wajib menumbuhkan perduli terhadap lingkungan serta segera menganjurkan kepada murid-murid untuk menjaga lingkungan dan tidak membuang sampah sembarangan, dan alangkah baiknya jika pihak sekolah membuat taman agar sekolah terlihat lebih bersih, sejuk, dan indah.
Adapula lingkungan kekeluargaan di sekolah yang kurang baik maka di sekolah tersebut siswa akan merasa asing dan sangalah tidak nyaman, misalnya adanya pengelompokan pertemanan atau biasa di sebut dengan gank dan perkelahian antar murid di sekolah maka pihak sekolah harus segera dapat menimbulkan rasa kekeluargaan tersebut, begitu pula dengan guru dan murid sebaiknya dapat lebih dekat.
Dengan adanya lingkungan di sekolah yang baik maka siswa dapat lebih bersemangat lagi dalam meningkatkan prestasi.

Jumat, 04 Februari 2011

. . I S O . .



     Sekolah Menengah Kejuruan atau SMK adalah lembaga pendidikan tingkat menengah yang memilki fungsi menyiapkan tenaga kerja tingkat menegah untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja dalam dunia usaha atau berwirausaha. Akhir-akhir ini di sekolah kami yaitu SMK N 7 YOGYAKARTA banyak guru yang disibukkan dengan adanya rapat ISO.  Dengan adanya rapat ISO di sekolah kami, saya merasa senang walaupun waktu pembelajaran kurang efektif karena terganggu dengan adanya rapat-rapat ISO tersebut sehingga waktu pembelajaran banyak yang kosong, namun saya bangga karena dengan adanya ISO maka sekolah kami akan menjadi sekolah bertaraf Internasional. Dan untuk ke depannya sekolah ini akan semakin maju dengan menjadi sekolah bertaraf internasional tersebut sehingga kualitas pendidikan dapat tercapai. Namun harus adanya konsisten dalam melakukan peningkatan mutu layanan seperti admi-nistrasi, manajemen sekolah, fasilitas, sampai proses belajar mengajar. Yang terpenting dalam memperoleh sertifikat ISO tersebut adalah implementasinya. Saya berharap sertifikat tersebut nantinya tidak hanya menjadi pajangan atau kebanggaan semata namun menjadikan pihak sekolah benar-benar mengimplementasikannya, seperti merancang dan menggunakan prosedur sekolah dengan sebaik mungkin.